Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 19 April 2011

REVOLUSI DAN KEKERASAN


REVOLUSI DAN KEKERASAN[1]
Revolusi merupakan kata penting bila di ukur dengan perubahan yang melewati bebarapa fenomena politik. Revolusi merupakan gerakan yang membawa perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Dalam revolusi tidak hanya perubahan sosial, ekonomi dan politik tetapi adanya perubahan nilai dalam tatanan sosial. Namun dalam proses revolusi ini  aturan lama atau hukum lama beradaptasi dengan keadaan atau hukum baru.
Telah banyak studi-studi yang mempelajari tentang revolusi bahkan teori-teori tentang revolusi tetapi apakah teori yang ada benar-benar telah mencakup keseluruhan dari revolusi atau hanya sekeadar pengertian dasar, atau telah bisa menjelaskan secara terperinci tentang revolusi. Jika studi-studi yang sudah ada ini sebagai pilar-pilar yang di bangun untuk mengembangkan teori revolusi yang lebih mendalam. Tetapi semuanya masih belum jelas sejauh mana teori-teori yang telah ada telah memberi pemahaman pada kita demikian pula masih belum jelas hal apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki teori-teori yang ada.
Revolusi banyak menganggap bahwa, revolusi itu identik dengan kekerasan yang dimana kekerasan dalam revolusi merupakan aksi kolektif yang dilakukan demi terjadinya perubahan dan berhasilnya gerakan revoluisoner. Namun dalam aksi kolektif tidak semua aksi kolektif merupakan tindak kekerasan akan tetapi dalam revolusi ini aksi kekerasan ekses dari permasalahan yang lain dan aksi kolektif yang tidak beralasan, sehingga revolusi diwarnai kekerasan, namun kekerasan bukanlah alat demi tercapainya tujuan revolusi. dan revolusi sendiri tidak selalu diwarnai kekerasan, ada revolusi bunga yang terjadi di Rusia yang tidak melalui kekerasan.
Teori-teori yang yang diungkapkan Marx, Johnson, Gurr, dan Olson ini menitik beratkan pada dua aspek yang saling terkait proses revolusi yang menjadi perhatian penting mereka yang menganalisis fenomena ini :
1.             Sifat partisipasi dalam gerakan revolusioner
2.            Kondisi sosial yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya revolusi dalam suatu masyarakat.
Untuk dapat memehami masalah perumusan teori revolusi dan beberapa kemungkinan cara penyelesaiannya, diperlukan suatu pengujian yang mendalam, ini berarti bahwa analisis  harus mencurahkan fokus utamanya  pada beberapa teori saja. Untuk memilih teori-teori yang tepat harus mempertimbangkan:
1.             Bahwa teori-teori tersebut tidak boleh merupakan strawmen (hanya sekedar pemikat),melainkan harus merupakan contoh terbaik dari jenis teori ini
2.            Bahwa teori yang dipilih mewakili perspektif berbeda tentang studi revolusi. Ini memungkinkan kita untuk membedakan masalah-masalah umum dalam studi revolusi dengan masalah yang hanya timbul dalam perspektif khusus.
Pembatasan ini berfungsi meminimalkan jenis teori yang memberi perhatian berlebihan pada aspek tertentu dalam proses revolusioner yang mungkin timbul jika topiknya dipandang dari perspektif tunggal.
Teori olson : Teori ini lebih mengandalkan asumsi pilihan yang rasioanal yang mudah diterima. Dan teori ini sendiri berkaitan dengan teori ekonomi barang publik, namun teori ini patut dipertanyakan akan asumsi bahwa aksi politik massa  didasarkan pada perhitungan rasional khususnya dalam gerakan revoluioner.
Teori johnson : Teori ini mengasumsikan bahwa perubahan politik ini bisa di pandang dengan mempertimabangkan kondisi sosial yang ada terkait dengan perubahan tersebut, tanpa ada referensi yang eksplisit akan prilaku individu yang dianggap bertanggungjawab akan terjadinya kondisi ini. Lebih jauh lagi johnson mengasumsikan bahwa sistem pilitik besifat homostatis yakni, sistem yang memiliki beberapa mekanisme umpan balik (feedback) yang memungkinkan mereaksi perubahan agar bisa mempertahankan dasar-dasar sistem yang sudah ada.
Teori marx : Marx berasumsi bahwa perubahan sosial yang terjadi sebagai akibat interaksi dialektis antara cara memproduksi barang dan jasa dalam suatu masyarakat dan pembatasan sosial dan politik yang diletakkan pada proses ini. Pada level individu ian menggunakan asumsi yang sama, orang merubah prilaku dan sikapnya akibat interaksi antara aktivitas mereka dengan kesadaran akan aktivitas ini, dimana aktivitas diukur dalam segi kerja atau aktivitas produktif.
Sejauh ini dalam menganalisis empat teori ini adalah tidak ada definisi tunggal tentang revolusi yang diatur oleh semua analisis. Sehingga sedikit sulit untuk menemukan teori yang sama dan amampu menjelaskan tentang revolusi, bahkan revolusi yang terjadi di suatu wilayah aatu negara tertentu tidak dapat dan belum tentu sama dengan teori-teori yang sudah ada ini menandakan bahwa teori yang ada belum mampu menjelaskan fenomena yang ada dan tidak bersifat generalis dan replikasi.
Permasalahan utama dari teori-teori yang membahas tentang revolusi terbentur oleh data-data yang mungkin kurang akurat, sehingga menjadiakan teori ini mudah terbantahkan. Revolusi apapun definisinya, secara khusus bukan merupakan peristiwa umum yang selalu terjadi. Dalam melakukan sebuah penelitian diperlikan teori yang tepat , tatepi jika kita melihat definisi dari revolusi itu sendiri maka kita membutuhkan pernyataan-pernyataan yang mendukung teori tersebut.  Namun karena kurangnya data tentang revolusi sendiri sebenarnya tidak menjadikan suatu permasalahan yang serius bagi teori yang sudah cukup luas dan meliputi fenomena lain, seperti kekerasan sipil.
Namun, teori yang bertujuan menganalisa revolusi, kan menghadapi uji yang parah karena kurangnya data yang masuk akal. Singkatnya, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi teori revolusi yang di ungkapkan oleh Barbara Salert adalah sebagai berikut:
1.             Teori harus mendapatkan faktor mana yang relevan dengan revolusi.
2.            Harus menberikan penjelasan tentang mengapa atau bagaimana faktor ini menjadi relevan.
3.            Teori harus bisa diuji dengan bukti-bukti yang ada.






[1] Achmad Muflichin 07260090Sofi Ananta Rastia 07260066

Tidak ada komentar: