Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 17 Juni 2011

DEMOKRASI di NEGARA-NEGARA ASEAN


Tema: Democracy and the compatibility of indigenous political cultural in ASEAN
DEMOKRASI di NEGARA-NEGARA ASEAN
(Study kasus Indonesia dan Myanmar)
Fadhor Rohman[1]
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa penerapan demokrasi di negara-negara anggota ASEAN sangat variatif, mulai yang sangat demokratis seperti Indonesia[2] dan ada negara yang masih dikontrol oleh militer seperti kasus Myanmar. Pasca runtuhnya rezim otoriter pada masa orde baru (ORBA) yang dipimpin oleh Soeharto yang dimotori oleh mahasiswa membuat kran demokrasi terbuka lebar, kebebasan pers sangat dijunjung tinggi, begitu juga kebebasan menyampaikan berpendapat, kebebasan berserikat yang berkembang sangat pesat, kebebasan tersebut bisa kita lihat dari banyak terbentuknya organisasi maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga banyaknya partai yang mengikuti pemilihan suara serta dicopotnya hak istimewa ABRI yang dikenal dwi fungsi ABRI, sangat berbeda dengan Myanmar.
Kasus Aung San Su Kyi di Myanmar menjadi bahan perbincangan di dunia Internasional, aktifis yang pro terhadap demokrasi ini dijadikan bulan-bulanan oleh pemerintahan penguasa yang notabene masih dikuasai oleh junta militer, protes ada diamana-mana menuntut pemerintahan Myanmar membebaskan Aung San baik dari PBB, sejumlah negara ASEAN maupun negara-negara yang peduli terhadap demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Ditahannya Aung San menurut penulis sendiri sangat sarat akan politis, disamping Aung San pernah mendapatkan nobel perdamaian ia juga pernah memenangkan pemilu tahun 1990, akan tetapi digagalkan oleh pihak militer, militer ketir ketika misalnya militer melepaskan Aung San maka dihawatirkan akan mengancam kekuasaan militer yang telah dimilkinya berpuluh-puluh tahun.


Konsep Demokrasi
Untuk mengetahui apakah negrara-negara ASEAN menerapkan demokrasi atau tidak alangkah baiknya kita mengetahui konsep demokrasi tersebur,Ciri-ciri negara demokratis, menurut Huntington, salah satunya ialah kekuatan militer harus kembali ke barak. Tugas militer ialah mengamankan negara dari kemungkinan 'serangan musuh', baik dari dalam maupun luar. Tugas kekuasaan diberikan kepada masyarakat sipil yang representatif dan memenuhi syarat sebagai pemimpin. Power sharing dipetakan berdasarkan kapabilitas; keamanan diberikan kepada militer; dan tugas kenegaraan diemban oleh sipil[3]. Ciri negara demokratis lainnya ialah kebebasan untuk menyuarakan pendapat, pers dijamin dan diberi kebebasan oleh undang-undang, terjadinya pemilu secara jujur dan adil, serta adanya otonomi masing-masing kelembagaan yudikatif, legislatif, dan eksekutif. Masing-masing lembaga itu bekerja sesuai kinerja yang diatur oleh undang-undang. Satu dengan lainnya independen tanpa ada campur tangan yang akan melunturkan otonomi kelembagaannya[4].
Kalau kita lihat dari cirri-ciri yang telah dilontarkan diatas, banyak Negara-negara ASEAN tidak menerapkan demokrasi, militer yang seharusnya mempuyai fungsi untuk mengamankan Negara dan seharusnya tidak berpolitik, tetapi di Negara Myanmar peranan militer begitu kuat. Keterlibatan militer dimulai ketika Jenderal Ne Win ditugaskan untuk mengendalikan ketertiban dan mempersiapkan pemilu 1960. Pemerintahan militer, saat itu, berhasil memulihkan keadaan dalam negeri sampai terselenggaranya pemilu tahun 1960 yang dimenangkan oleh U Nu dan partainya, Union Party. Pihak militer kemudian mengultimatum pemerintah sipil dengan memberikan waktu selama 2 tahun untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Myanmar. Karena pemerintah sipil tidak dapat menata kembali kondisi dalam negeri Myanmar, yang semakin diperparah dengan kegagalan U Nu dalam menata system perekonomian dan administrasi Myanmar, maka timbul ketidakpuasan di kalangan pro-militer dan militer. Akhirnya pada tanggal 2 Maret 1962, militermelakukan kudeta di bawah pimpinan Jenderal Ne Win[5].
Sangat berbeda dengan Indonesia, Indonesia meruapakan Negara yang paling demokratis di antara anggota ASEAN lainnya, heterogenitas etnis bukanlah penghalang bagi Indonesia dalam menerapkan demokrasi bagi Indonesia, bahkan saking bebasnya pers, presiden Susilo Bambang Buditono (SBY) pernah di demo oleh masyarakat dan disimbolkan dengan seekor kerbau yang dimaksudkan SBY lamban dalam bertindak, sedangkan kalau kita melihat negarat anggota lainnya demmokrasi yang diterapkan berbeda.

Wajah lain Demokrasi ASEAN.
Ketika kita melihat fakta dilapangan di negara-negara anggota ASEAN masih banyak menggunaan competitive authoritarian , cirri-ciri dari  competitive authoritarianism adalah kompetisi yang tidak adil,lebih jauh competitive authoritarian menurut levitsky[6] :
“Competitive authoritarian regimes are civilian regimes in which formal
democratic institutions are widely viewed as the primary means of gaining power, but in
which fraud, civil liberties violations, and abuse of state and media resources so skew the
playing field that the regime cannot be labeled democratic. Such regimes are
competitive, in that democratic institutions are not a façade: opposition forces can use
legal channels to seriously contest for (and occasionally win) power; but they are
authoritarian in that opposition forces are handicapped by a highly uneven—and even
dangerous—playing field. Competition is thus real but unfair “
                                                                                                   Didalam CA ini multipartai, free election, media press ini ada, akan tetapi pemerintah penguasa melakukan kekangan kepada press bahkan pembunuhan seperti yang terjadi di Kamboja atau Indonesia pada jaman Soeharto, dibidang pemilihan, multipartai itu memang ada tapi pihak incumbent melakukan bebagai cara agar tetap menang seperti diminimalkanya akses kampanye partai lain dan dimaksimalkan incumbent semisal di Malaysia UMNO yang sulit terkalahkan dari lawannya. Yang menjadi pertanyaan kemudian kenapa Negara-negara anggota ASEAN sangat sulit menerapkan demokrasi seutuhnya. Pertanyaan in bisa kita jawab dari segi historis dan budaya politik Negara-negara ASEAN.
                                                                                                   Demokrasi adalah produk barat yang di populerkan oleh Negara barat terutama Amerika Serikat, demokrasi ini sangat berkembang pesat ketika runtuhnya Uni Soviet yang sosialis dan unipolaritas tatanan dunia yang berpusat kepada AS, AS dengan memaksa baik secara soft ataupun hard kepada Negara-negara di dunia termasuk Negara anggota ASEAN. Budaya perpolitikan Negara ASEAN sangat jauh dari demokrasi, kebanyakan dari masyarakat anggota ASEAN merupakan Negara kerajaan yang masyarakatnya menjunjung tinggi raja-rajanya, tidak heran masih banyak Negara yang masih mengunakan Monarchy seperti di Malaysia, Brunei Darussalam dll. Jadi sangat sulit dan membutuhkan wakru yang lama bagi masyarakat Negara anggota ASEAN dalam menerapkan demokrasi seutuhnya.

                                                                                                  



[1] Mahasiswa Hubungan Internasional  08 Universitas Muhammadiyah Malang.
[2] Indonesia dinobatkan sebagai Negara demokratis ke 3 di dunia.
[3] Huntington dalam Ismatillah A Nu'ad “Asean Dan Krisis Politik Thailand” Harian Republika, Senin 13 April 2009.
[4] Ismatillah A Nu'ad “Asean Dan Krisis Politik Thailand” Harian Republika, Senin 13 April 2009.
[5] Adian firnas.prospek demokrasi di myanmarjurnal universitas paramadina, vol. 2 no. 2, januari 2003: 128-141
[6]Levitsky  competitive authoritarianism: the emergence and dynamics of hybrid regimes in the postcold
war era,harvard university

Tidak ada komentar: