Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 01 April 2011

Microcosmic dan Macrocosmic Theories of violent conflic


Microcosmic dan Macrocosmic Theories of violent conflict[1]
Microscomic Theories of violent conflict
Kenneth N. Waltz membedakan tiga macam dalam menganalisa konflik hubungan Internasional yang menyebabkan perang, pertama perang itu disebabkan oleh ‘human nature’ dan ‘behavior’ sedangkan yang kedua perang itu bisa disebabkan oleh struktur internal Negara,  kelompok ini termasuk dari perspektif liberal dan Marxist-leninists. Sedangkan yang ketiga berargumen bahwasanya penyebab perang disebabkan oleh “international anarchy”, ketidak adaanya hukum menyebabkan setiap Negara mengejar kepentingan nasional tanpa aturan yang jelas, sehingga sangat potensial terjadi clash antar Negara yang menjadi trigger perang. Hal pertama yang akan menjadi pembahsan adalah theory bahwasanya perng itu disebakan oleh Human nature dan behavior
Waltz dalam menyikapi teori yang pertama dimana perang itu disebabkan “human nature” dan “behavior” masih diantara pesimis dan optimis, utopian dan realist, dia setuju dalam mendiagnosa penyebab dasar perang itu adalah “human nature”dan “behavior” akan tetapi disisi lain dia ragu akan  jawaban dari pertanyaan apakah human nature dan behavior tadi adalah suatu hal yang sangat mendasar dalam mencegah perang? Sangat sulit sekali mendiagnosa penyebab perang tersebut, di dalam International war kita tidak bisa bilang bahwasanya penyebab perang adalah factor psikologis atau internal individu masing-masing yang berperang dikarenakan manusia yang terlibat di dalamnya begitu banyak dan kompleks untuk di teliti, pasti ada factor eksternal yang mempengauhi itu semua sehingga termotivasi untuk terlibat berperang, bisa di sebabkan strata social yang berpotensi kesenjangan pembagian power dan ekonomi yang menjadi trigger orang-orang yang terekploitasi menggugat kondisi yang merugikan mereka sehingga oecah suatu perperangan yang tidak bisa dihindari
ModernS tudies of Motivation War
Di abad 21 ini para ilmuan social lebih mengkaji tujuan, alasan dan factor penyebab dalam individu manusia dan social kolektif walaupun mereka sebenarnya tidak sadar sebelum para ilimuan social memberikan hasil dari observasinya. Kenapa kemudian manusia itu mempunyai sifat agresivitas? Kenapa kemudian Negara mendeklarasikan suatu peperangan? Kedua pertanyaan tersebut mempunyai saling ketergantungan, akan tetapi keduanya bukan merupakan suatu hal yang sama, suatu proses pembuatan kebijakan didalam suatu Negara itu didasari dari perdebatan dari setiap inidividu manusia sehigga keluarlah output kebijakan, artinya misalnya kebijakannya itu suatu peperangan maka kita bisa saja sebut bahwasanya penyebab perang itu sendiri adalah dari keagresive-an individu dalam berperang, akan tetapi dalam melihat masyarakat yang menggugat suatu konstitusi Negara itu bisa jadi diseabkan oleh factor social yang ada, kesenjangan social yang menyebabkan konflik.
Fenomena International War itu paling kompleks untuk dijelaskan, tidak mungkin kita menyebutkan bahwasanya perang itu murni disebabkna oleh psikologi individu manusia jika itu suatu perkara dari tensi fisik yan kemudian spilt over ke kelompok ynag lebih tinggi sehingga terjadi konflik dalam skala besar, analogi dianatara penyebab perang dari psikologis aggressivitas manusia dan penjelasan konfrontasi International war juga menjadi suatu masalah tersendiri
Biological and psychological Theories
Konflik mempunyai 2 dimensi yang berbeda yaitu bisa di sebabkan dai luar dan dalam, bisa datang dari dimensi internal dari aksi individu-individu atau suatu grup dan bisa juga dari external condisi dan struktur masyarakat, didalam suatu analisa konflik organisasi bisa mempengaruhi individu dalam bertindak, kemudian muncul suatu pertanyaan mana yang lebih penting apakah hal yang lebih kecil( individu/grup) ataukah yang lebih besar (organisasi besar). Para ilmuan social tidak sepakat dengan jawaban mana yang lebih penting dianatara keduanya, jalan keluarnya yaitu melihat dulu situasi yang terjadi dan internal dari individu yang berkonflik.
            Petre A. Corning  berpendapat bahwasanya tanpa mengerti tentang evolusi dan aspek dari gen kita sangat sulit dalam menegetahui aspek internal dari setiap individu, begitu juga para ilmuan harus tahu benar interaksi yang terjadi diantara organism/ manusia dan lingkungannya. Sociobilogi mencoba mempelajari tingkah laku serangga, binatang dan manusia kemudian mencari penghubung dari gap antara warisan gen individu disatu sisi, disisi lain meneliti social proses yang terjadi. Mereka menyimpulkan setiap organism mempunyai suatu keinginan yang unik, dari semua hal, manusialah yang merupakan mahluk yang sangat kompleks keinginannya, manusia membutuhkan udara yang sejuk, makan minum yang enak dn semua kebutuhan biologis laiinya, begitu juga manusia juga membutuhkan kebutuhan psykologis yang harus di penuhi juga seperti harga diri, rasa saling memiliki dll yang lebih sulit untuk diwujudkan. Dengan berbagai kemaunan manusia yang melekat dalam dirinya dan keinginan yang tidak pernah puas sedangkan supply yang ada tidak mencuupi semuanya sehingga bisa menyebabkan konflik.
Instinct Theories of Aggression
Aggression disini adalah salah satu insting yang dimiliki manusia, aggression disini dimaknai sebuah bentuk kekerasan unutk menyakiti atau membunuh manusia lain. Perdebatan awal tentan agresi ini dibedakan dengan dua perspektik yaitu hostile aggression dan instrumental aggression , hostile aggression naksudnya yaitu perilaku yang memang murni didasarkan pada tujuan melukai terhadap lawan, sedangkan yang instrumental aggression yaitu fokusnya kepada tujuan dengan tidak menghiraukan proses yang terjadi apakah merusak atau tidak. Kemudian Bandura berpendapat beda dia lebih pada tujuan perilaku agresif yang pasti hanya menuntut reward diluar konteks perilaku baik seara fisik maupun psikis yang ditimbulkkan oleh aggressor, Bandura berpendapat perilaku agressif sebagai perilaku ynag menghaslkan kerusakan baik psikis maupun pisik. Yang pasti perdebatan tadi menjelaskan bahwasanya sifat agresif itu sudah tertanam dalam sifat alamiah manusia yang tidak bisa dihindari karena sudah melekat dalam diri manusia itu sendiri akan tetapi bidsa dikendalikan lewat proses belajar, bagaimana cara mereduksi perilaku yang destruktif.
 Animal Behavior Studies
Para Ilmuan dalam meneliti manusia menemukan bahwasaya ada kemiripan dianatara manusia dan hewan, dalam studinya hewan itu menekankan 4 faktor yaitu berkembang biak, makan, ketakutan dam aggression. Penyebab keagresivan dari hewan itu relative sedikit, seperti misalnya yang jantan; berperang memperebutkan makanan, betina dan territory, sedangkan manusia cendrung lebih banyak kemauanya, akan tetapi secara general diatara keduanya mempunyai kesamaan .
Frustration aggression theory
Theory ini menjelaskan bahwa agresi merupakan bentuk dari konsep psikologi frustasi memberikan dampak secara menyeluruh misalnya perang internasional di sebabkan oleh frustasi yang menyebar bisa berpotensi yang mengerucut pada perang dari berbagai factor semisal ketimpangan ekonomi.
Menurut hipotesa Dolar doob teori salah teori yang sudah relative tua,dia beranggapan bahwa agresi itu selalu memiliki konsekwensi terhadap frustasi secara psikologis.Yale group mendefiniskan frustasi sebagai interfensi dengan adanya tujuan menghasut pada waktu tertentu sesuai urutan perilaku. Ketika seseorang merasa diintervensi maka dia akan selalu berusaha untuk melawan dan energy inilah yang kemudian akan menjadi perilaku yang merusak, kuatlah dorongan yang melakukan agresi disebabkan oleh yang pertama, kuatnya dorongan untuk merespon dikarenakan frustasi tadi, kedua adalah tingginya interfrensi terhadap aggressor, keiga yaitu banyaknya frustasi yang dialami. Agresi  akan terjadi jika aktifitas tujuan yang dimaksud gagal.
 Kemudian ada modifikasi dari theory Dollard-Doob, modifikasi terhadap konsep Dolar terjadi bukan karena keadaan frustasi yang selalu menyebabkan agresi akan tetapi diseabkan hal yang lain seperi dominasi perjuangan yang mengiginkan keadaan yang berbeda dari yang sebelumnya, Scott dan fredericson, berdasarkan pengetahuan tentang binatang asing dalam spesies yang sama dapat menghsilkan dendam jika dikarenakan perebutan suatu objek dan interfensi yang nyaman. Sampailah kajian ekperimental dengan kesimpula bahwa ketika ada tujuan yang tidak terwujud dapat meningkatkan agresifitas.akantetapi hal ini kadang tidak memeiliki pengaruh yang signifikan, ketika dibandingkan denngan factor-faktor pembelajaran sosial.

From Individual to Societal Aggression.
Pertanayaan mendasar kemudian bagaimana perpindahan dari agresi tingkat individu kearah sosial yang lebih luas? Hebert C,Kelen melihat sebuah transisi itu tidak terjadi secara mendadak.dia mengatakan bahwasanya  thesis dari Dolard diatas tidak bisa dijadikan pacuan, hal ini dikarenakan frustasi yang menyebabkan agresif secara individual tidak dapat di percaya ketika diangkat ke level yang lebih tinggi atau perilaku sosial secara kolektif. Dikarenakan hal ini dilakukan hanya terhadap orang kulit hitam dan putih di Amerika selatan dan juga keraguan terdapat tehadap validitas transfer dari individual-masyarkat dan ketidakadanya bukti secara substantive atau argumentasi yang menguatkat bahwa transfer dapat dilakukan dari individu ke sosial tadi.seperi halnya Dollard menganggap Marxist theory pun disebabkan oleh perjuangan kelas yang frustasi.
Beralih dari frustasi secara individu ke analisa di tingkat sosial menyebabkan” tingkat penelitian yang lebih luas( individu- social)”. walaupun pada dasarnya penelitian tingkat individu lebih mudah untuk divalidasi tetapi hal iu sulit ketika dihadapkan terhadap skala masyrakat hal ini dikarenakan faktor waktu yang relative berbeda.
Social Learning Theory
            Ilmuan sosial seperti Albert Bandura skeptis terhadap teori agresi yang sebabkan oleh dorongan agresif yang di sebabkan oleh prustasi.Bandura menyangkan bahawa energy agresif terakumulasi di dalam satu organisme tampa da dorongan dari luar dia memang mengakuai  sifat dasar manusia mempunyai sifat agresif namun dia melihat tidak terlalu signifikan.
            Bandura memiliki bukti secara antropologi bahwa di berbagai budaya terkadang sifat agresif itu bukan sebuah tipikal respon dari frustasi. Melainkan ada factor efek eksternal yanh disebabkan penghinaan yag bersifat subjektif dan kegagalan pegalaman .dia melihat ada factor frustasi aka tetapi bukan factor yang dominan.
Learned Agression and Military Training
Patut dipertimbangkan bahwa  sejarah perang itu membuktikan manusia itu suka berperang, atau apakah kebanyakan dari mereka benci berperang, akan tetapi hanya merupakan kewajiban atau sebatas kesetiaan kepada pemerintah,atau dengan kata lain mereka di paksa atau didoktin dla training mliter ketika dia tidak membunuh maka akan terbunuh. Bandura juga menambahkan pergeseran dari individu pada umumnya menjadi militer yang handal membutuhkan training program, orang-orang yang telah terbisa membunuh secara immoral dan tidak berperilaku kemanusiaan disebabkan oleh keyakinan bahwasanya membunh telah dibenarkan, mereka seakan-akan menganggap mereka sudah melakukanyang terbaik, mereka berperang demi keluarga, teman dan Negara. Mereka juga telah terlatih menangani rasa takut, dibekali taknik berperang, solidaritas antar sesame sehingga mereka akan berperang dengan gigihnya.
Learning, Image, and International konflik
Konflik juga di sebabkan dari suatu streorotip masyarakat terhadap bangsa lain, Bagaimana manusia membentuk sikap tentang dunia-bangsa? Catril misalnya berpendapat bahwa sangat penting manusia mengetahui dengan siapa manusia dalam suatu Negara bergaul dan harus bersikap sperti apa mereka terhadap Negara yang menjadi musuh negaranya, sehingga munculnya suatu nasionalisme yang berlebihan dan apabila kemudian bertemu dengan warga Negara lain yang dimusuhi negaranya maka akan timbul streotip yang jelek karena dia beranggapan Negara mereka sudah mengintervensi goal negaranya.seperti yang telah dijelaskan oleh ‘mirror theory” yang beranggapan kelakuan suatu Negara terhadap Negara lain relative sama, ketika Negara A merasa negar B jahat maka Negara B juga beranggapan bahwa Negara A juga jahat, dengan begitu sangat mudah terjadi suatu konflik. Seperti contoh masyarakat Amerika dengan masyrakat di Rusia, keduanya melihat bahwa negaranya sama-sama aggressor, sehingga timbu kebencian yang subjektif.
Other Psychologica theory
Selain theory diatas yang telah dijelaskan panjang lebar, kita juga harus mengetahui teori lain menyangkut psikologi manusia yang menyebabkan perang, semisal Allport, klinerberg konflik juga berasal dari bias, perasanka buruk atau stereotype ataupun bentukan media massa yang melakukan propaganda sehingga mekonstruk opini masyarakat yang kemudian diaplikasikannya melalui aksi-aksi tertentu. Begitu juga theory yang disebut oleh Frenkel-BrunswikIntoleraca ambiguity” ayau suatu kecendrungan mengurangi hal yang tidak pasti dengan mendikotomi sesuatu semisal jelek-buruk, baik-jahat sehinnga membentuk fraksi-fraksi yang saling bermusuhan.
Macam-macam teori-teori terkait Microscomis theory diatas selalu mengalami tantanga atau revisi dari para ilmuan sosial, akan tetapi yang pasti disini teori microscomic mempunyai asumsi dasar tentang konflik bahwasanay konflik itu di landasi dari faktor biologis dan psikologis manusia yang cendrung agresive, perusak, mempunyai sifat seperti binatang yang cendrung mempertahankan diri dan menyerang ketika rasa aman atau teritorinya merasa terancam.

Macrocosmic Theories of violent conflict
Setelah kita banyak membahas penyebab konflik itu dari factor biologis ataupun factor psikologi dari individu manusia, sekarang kita membahas theory yang berbeda yaitu macrocosis theory, dimana secara general mereka beranggapan bahwasanya konflik itu berasal dari luar, bisa dari ketimpangan sosial yang ada, srtuktur diamana dominasi selalu menindas kaum pinggiran  sehingga muncul sebuah perlawan, seperti halnya Marx yang berpendapat system capitalism dimana capitalis (yang mempunyai uang banyak) sedamkan kaum buruh miskin serba hidup kekurangan akan berujung pada revolusi disebakna dari struktur sosial yang timpang, dia juga berpendapat konflik itu sebenarnya mempunyai tujuan yang positif.
William Abraham berpendapat bahwa konflik yangterjadi anatar kelompok disebabkan suatu kelompok menggalang dukungan ke internalnya demi kesolidan agar tercipta kekeuatan yangmumpuni dalam menanggapi musuh atau ancaman dari luar, sentimental damai dari dalam menyebabkan konflik yang meluas dengan grup lainnya, begitu juga Clide Kluckhohn menulis jika ada suatuagresi  intra group disuatu Negara menjadi seriius sehingga ada bahaya dan kehancuran melawan grup lain, maka grup lain itu akan merespon dangan hal uyang serupa.
Dialam menganalisa suatu konflik kita harus membedakan antara konflik yang terorganisir dan kolektik dengan individual yang sporradik, tidak punya strategi dan bersifat spontan sangat berbeda, bahklan para ilmuan yang kedua ini bukan suatu perang melaimkan suatu aksi kekerasan. William menekann ka bahwasanya perang itu sesungguhnya bberasal dari perjuangan antar kelompok bukanlah dari individu. Para theoritis Macroscomic juga mengkritik teori micro yang beranggapan konflik atau pereang itu bersumber dari biologis dan psikis individu, mereka membantah argumen tersebut dengan mengatakan hampir semua konflik disebakan oleh ideologi, kultur dll.
Berbicara tentang koflik internasional sangatlah kompleks, para ilmuan tidak bisa serta merta  menganalisa tingkah laku suatu ngara- bangsa sebelmu mengetahui kultur yang ada si dalam negara tersebut, semisal phenomena konflik yang terjadi di Libanon, kita tidak bisa menghilangkan pengaruh kultural yang di pengaruhi oleh faktor religiur komunitas. Dalam menganilsa suatu konflik kita harus mengetahui faktor sejarah, motive kenapa mereka berkonflik. Sedangkan unutk merubah suatu kultur itu kita tidak bisa secar revolusioner merubbahnya melainkan dengan  slowly but sure, seperti yang di sarankan Clyde Kuckhohn terhadap reformer “ membuat perubahan kultur secara perlahan lebih efekti ditimbang mencoba merubah secara drasti, bahkan perubahan secara drastis berpotensi menyebabkan reaksi balik.
Selain itu para Antropologist dan sociologist sangat mencurigai apa yang disebut “psychopolitic” dan “Psichohistoris” bahwasanya hal ini yang menjadi cikal bakal konflik, semisal para pemimpin terkenal seperti Hitler, Wilson,stalin, Mao dll dalam membuat suatu kebijakan sanagat dipengaruhi olrh psycohistoris yang telah membentuk suatu karacter yang sedemikian rupa. Para antropologis juga mempuyai hipotesa tentsng konflik walaupun terkadang sedikit kontradiktif, mereka berkata bahwasanya perbedaan SARA sangat berpotensi menyebabkan konlfik, semisal ketika ada suatu grup yanng  berbeda SARA bertemu dengan grup lain yang berbeda pula sedangkan diantara salah satunya lebih maju dilihat dari sekto ekonomi dan pendidikannya maka sangat rentan terjadi suatu konflik. Hal ini selaras denanga perspekti Marxian kecendrungan konflik itu muncul akan semakin berpotensi; semakin tinggi kesenjangan distribusi sosial dan skonomi dalam masyratkat semakin tinggi pula kepntingan kelas didalamnya maka semakin rentang terjadi konflik dala masyarakat tersebbut.
Semakin tinggi kesaadaram  yang timbul sebagai akibat posisi daklam kelas terutama kelas yang terekpoitasi semakin lemah legitimasi sistem dalam masyarakat sehingga semakin rentan pula terjadi konflik. Semakin tinggi polarisasi dalam masyrakat berdasarkan kelas dan kesadarsan akan kepentingan kolektifnya, semakin tinggi pula peluang konfil tersebut bersifut violen tau hal yang mengarah kekerasan tersebut. Semakin keras konflik yang terjadi semaki besar peluang terjadinya struktur sosial dalam masyratak.
                                                                                                                                       


[1]  Di tulis oleh Fadhor Rohman (0826087) mahasiswa Hubungan Internasional UMM dalam rangka memenuhi tugas resum tentang Microscosmic dan Macrocosmic Theory of Violent Conflict.

Tidak ada komentar: