KEBIJAKAN F.H. CARDOSO DALAM MEMPERTAHANKAN LEGITIMASINYA DI BRASIL
A. Alasan Pemilihan Judul
Fernando Henrique Cardoso (selanjutnya disebut Cardoso) terpilih kembali menjadi presiden untuk yang kedua kalinya. Cardoso mendapat dukungan suara terbanyak dalam pemilihan presiden Brasil, 53 dari 97 persen suara (106 juta suara) yang dihitung dari tempat pemungutan suara dalam pemilu tersebut. Ia mengulang kembali kemenangannya seperti ketika ia mencalonkan diri pertama kali menjadi presiden pada tanggal 3 Oktober 1994, dengan dukungan 54,3 persen suara.[1]Strategi apa yang disodorkan Cardoso sehingga terpilih kembali sebagai presiden dan memperoleh legitimasi dunia? Ia masih menggunakan strategi lama seperti ketika masih menjabat sebagai menteri keuangan di bawah rezim Itamar Franco, yakni program reformasi ekonomi nasional yang diberi nama “Real Plan”.Programnya ternyata berhasil gemilang dengan menstabilkan ekonomi Brasil yang sudah dilanda inflasi sangat tinggi, 50 persen sebulan. Dengan Real Plan-nya, Cardoso yang sosiolog itu membalikkan semua ramalan bahwa Brasil tidak akan mampu mengatasi krisis ekonomi. Inflasi Brasil pada tahun 1998 diperkirakan tinggal sekitar satu persen, padahal tahun 1997, inflasi masih tercatat 4,82 persen sementara tahun 1994 mencapai tiga persen. Real Plan mampu menurunkan tingkat inflasi menjadi hanya single digit dan daya beli rakyat miskin terdongkrak.Semua prestasi Cardoso tersebut membuat pihak oposisi tidak mempunyai alasan untuk menyerang kepemimpinan Cardoso. Namun, setelah mulai terjadi kegagalan dari program-program yang dijalankan oleh Cardoso, ditambah dengan adanya dugaan-dugaan korupsi di dalam pemerintahannya, membuat pihak oposisi yang selama ini hanya menjadi penonton dalam pelaksanaan pemerintahan di Brasil mulai menunjukkan sikapnya, yaitu ingin menjatuhkan presiden Cardoso.Sementara itu Presiden Cardoso masih ingin mempertahankan kekuasaannya, sehingga dia membuat strategi-strategi untuk menghadapi keinginan pihak oposisi yang ingin menjatuhkannya. Strategi-strategi itu dijabarkannya dalam kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.
B. Latar Belakang Masalah
Tantangan yang dihadapi oleh Presiden Cardoso sejak awal tahun 1998 ialah menyelaraskan situasi yang sangat pelik menyangkut kedudukannya sebagai seorang pemimpin bangsa, yang memegang kendali ekonomi dan sosial Brasil.[2] Pada awal masa jabatannya yang kedua sebagai presiden, Cardoso menyatakan tekadnya untuk melanjutkan pelaksanaan reformasi di bidang politik, ekonomi dan sosial yang telah dimulai pada masa jabatannya yang pertama (1995-1998). Akan tetapi pada kenyataannya, ternyata pada masa pemerintahan Cardoso ini jumlah pengangguran bertambah banyak, korupsi merajalela dan sering terjadi demonstrasi di mana-mana. Selain itu banyaknya pengangguran mengakibatkan meningkatnya jumlah kriminalitas di kota besar. Fenomena ini mendorong Cardoso untuk membuat kebijakan mengatasi masalah tersebut, akan tetapi kebijakan yang diambil masih belum dapat mengatasi masalah-masalah itu, sehingga pemerintahan Cardoso akhirnya kehilangan legitimasi.Meningkatnya jumlah pengangguran di Brasil dapat diketahui dari informasi angkatan kerja yang ada di Brasil, yaitu pada tahun 1996 tercatat jumlah penganguran adalah 5,2 persen dari jumlah angkatan kerja kurang lebih 57 juta orang. Sementara sekarang ini tingkat pengangguran naik menjadi 6,1 persen.[3]Beberapa langkah telah dilakukan Cardoso dalam pemerintahannya sebagai upaya untuk mewujudkan janjinya ketika mencalonkan diri sebagai presiden, antara lain dalam pertemuan dengan ketua DPR Aácio Neves, pada tanggal 18 Juni 2001, Cardoso menyatakan dukungannya terhadap rencana pembentukan “mini konstituante”, yang rencananya akan dibentuk pada tahun 2003. Dengan dibentuknya “mini konstituante” ini maka pelaksanaan reformasi politik, reformasi perpajakan dan reformasi sistem pengadilan dapat dipercepat, karena hal ini untuk menunjukkan keseriusan dan janji Cardoso sebagai orang nomor satu di Brasil di awal jabatannya sejak 1 Januari 1995.Dalam kaitan itu Cardoso mengumumkan langkah-langkah yang ditempuh pemerintahannya untuk mengatasi korupsi antara lain dengan dibentuknya suatu lembaga yang disebut “Corregedoria-Geral da União” (Inspektorat Jenderal Negara) yang akan dipimpin oleh Anadyr de Rodriques yang diberi kekuasaan untuk secara langsung dapat mengajukan seseorang ke proses pengadilan, dan ia dapat pula meminta keterangan menyangkut sesuatu proses pengadilan yang sedang berlangsung dengan tujuan memonitor pengadilan tersebut sampai pada pengambilan keputusan terakhir.Selain membentuk Inspektorat Jenderal Negara, Cardoso mengumumkan pula langkah-langkah lain yang akan ditempuh pemerintah dalam memberantas tindak korupsi:[4]1. Melalui “Receita Federal” (Kantor Bendahara Negara) melakukan pemeriksaan situasi keuangan terhadap setiap pihak yang dituduh terlibat korupsi.2. Menyusun dengan segera suatu peraturan yang menetapkan hukuman lebih berat kepada setiap orang yang menyalahgunakan dana milik negara.3. Mengundang para Jaksa Tinggi untuk sedini mungkin ikut serta dalam proses pengadilan pihak-pihak yang dituduh terlibat korupsi.Selain itu Cardoso menekankan bahwa pihak pemerintah akan berupaya meningkatkan perekonomian rakyat dan melakukan penghematan dalam pembelanjaan anggaran negara.Akan tetapi langkah-langkah Cardoso tersebut di mata pihak oposisi tetap belum bisa memenuhi keinginan pihak oposisi. Dalam hal ini memang sudah selazimnya pemerintah akan selalu menghadapi kaum yang bernafsu ikut campur tangan dalam kegiatan pemerintahan, seperti halnya pihak oposisi. Oleh karena itu para eksekutif selalu berhati-hati dalam langkah mengekang kedudukan oposisi dalam pemerintahan. Kalau melangkah terlalu jauh, mereka khawatir tidak hanya atas keselamatan kelangsungan pemerintahnya, tetapi juga keselamatan perjalanan ke arah demokratisasi. Apalagi dalam konteks pemerintahan yang lemah dan kekurangan dukungan. Kemudian dilihat dari kejadian tersebut prospek demokratisasi memang lebih cerah bila semua pihak pandai mengekang diri dan patuh pada aturan main yang telah disetujui bersama.Pada tanggal 4 Juni 1999, Cardoso mengkritik partai-partai oposisi yang berusaha membentuk suatu CPI (Comissão Parlementer de Inguárito = Komisi Penyelidik Parlemen) di kongres untuk melakukan penyelidikan terhadap tuduhan kemungkinan terjadinya penyelewengan dalam proses swastanisasi Perusahaan Telekomunikasi Brasil pada bulan Juli 1998. Menurut pihak oposisi, terdapat indikasi bahwa dalam proses pelelangan perusahaan tersebut pemerintah mencoba membantu dan menguntungkan konsorsium Bank Opportunity.Sehubungan dengan itu, Cardoso mengatakan :[5]“Pihak oposisi boleh melakukan apa yang mereka inginkan tetapi saya akan tetap mengupayakan kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat Brasil. Kita perlu meningkatkan dan menciptakan lapangan kerja agar masyarakat brasil dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela dan lebih memikirkan perbuatan”. Pihak oposisi menginginkan pembentukan CPI untuk menyelidiki tuduhan korupsi dalam pemerintahan Presiden Cardoso. Ketua kehormatan Partai Buruh, Inácio Lula da Silva, mengatakan bahwa demi kepentingan negara dan bangsa, tuduhan-tuduhan seperti itu harus diperiksa kebenarannya dan dibersihkan secara tuntas. Karena apabila dibiarkan hal ini akan menambah makin terpuruknya sistim perekonomian Brasil karena masalah korupsi dalam pemerintahannya.
C. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Mengapa setelah Cardoso melaksanakan kebijakan-kebijakannya, legiti-masi Cardoso masih tetap rendah?
[1] Kompas, 13 Oktober 1998.[2] KBRI Brasilia, Laporan Tahunan 1998-1999, KBRI Brasilia – DF Bidang Politik, Jakarta, 1999, hal. 1.[3] Kegagalan Program Ekonomi Brasil, http://www.brazzil.com/ download tanggal 8 Desember 2003.[4] KBRI Brasilia, Laporan Tahunan 2001, KBRI Brasilia – DF Bidang Politik, Jakarta, 2001, hal. 28. [5] KBRI Brasilia, Laporan Tahunan 1999-2000, KBRI Brasilia – DF Bidang Politik, Jakarta, 2000, hal. 4.
tulisan ini diambil dari http://jurnalskripsitesis.wordpress.com/category/skripsi-hubungan-internasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar