Negara, Bangsa dan Kekerasan[1]
Ketika berbicara mengenai Negara dan
bangsa, maka akan terbayangkan sebuah peradaban yang maju, dimana Negara
menjadi identik dengan bangsa yang berdiam didalamnya dan ikut memajukan Negara
tersebut. Sebuah Negara menjadi sangat menarik untuk dilihat dan ditelaah
ketika Negara tersebut membuat sebuah perubahan yang signifikan. Mulai dari
sistem politik yang kacau balau akibat dari kemerdekaan yang sangat panjang
didapatkan maupun sistem ekonomi yang berkembang pesat dan mampu mensejahterakan
rakyatnya.
Namun dibalik itu semua, bukan tidak
mungkin bahwa situasi dan kondisi yang ada dikarenakan kejelian dari pemimpin
Negara tersebut dalam rangka menjadikan Negara maupun bangsanya menjadi nomor
satu. Bayangkan saja Hitler yang beranggapan bahwa bangsanyalah yang merupakan
bangsa paling pintar, maju dan paling beradab dimuka bumi. Dan ini menjadikan
Hitler sebagai pemimpin yang paling totaliter sepanjang sejarah kepemimpinan
Negara.
Berbicara mengenai kepemimpinan yang
totaliter, maka akan membingungkan jika tidak menyinggung masalah
totalitarianisme. Totalitarianisme memiliki beberapa karakteristik:
- Ideologi totalis.
- Partai tunggal yang memiliki komitmen pada ideologi totalis dan kepemimpinan bersifat tunggal dan sangat diktator.
- Memiliki polisi rahasia yang sangat maju dan memiliki hak untuk memonopoli setiap sektor Negara, seperti komunikasi massa, senjata operasional, organisasi politik dan perekonomian.
Perdebatan mengenai keberadaan sistem totalitarian ini
terletak pada sistem politik dan tatanan sosial yang dianut oleh sebuah Negara.
1.
Negara totalitarianisme oleh para
pengamat politik liberal dianggap sebagai sebuah Negara yang maju dalam bidang
industrinya, namun tidak bisa memajukan bidang kelembagaannya secara struktural
dan normatif dalam kacamata demokrasi liberal.
2.
Negara totalitarianisme dimana
implikasi yang ada mengacu pada Italia dan Jerman, adalah sebuah sistem yang
mengalami fase transisi relatif dalam perkembangan sosial – yang dihentikan
oleh perang – lihat kasus Uni Soviet dan Negara Eropa Timur lainnya, konsep ini
digunakan untuk merujuk pada tipe tatanan sosial-politik definitif yang berbeda
dengan Negara-negara kapitalis.
Jika
merujuk pada sejarah Negara-negara Eropa Timur yang memiliki sejarah
kepemimpinan yang kelabu karena gaya kepemimpinan yang totaliter dan memakan
banyak korban. Sama halnya dengan sistem politik dan tatanan sosial lainnya
yang mengalami masa transisi, totalitarianisme juga mengalami dinamika yang
signifikan dalam intensitasnya. Stalin, merupakan sebuah kondisi dimana
terjadinya intensifikasi teknik pemerintahan yang totaliter, terjadi perubahan
dimana-mana, revolusi besar-besaran namun tidak mengubah sifat dasar dari rezim
Stalin ini. Ini seperti sebuah siklus, dimana siklus tampak bergerak maju
menuju sesuatu yang sangat ekstrim dan diiringi oleh perubahan yang sangat
radikal dalam masanya, kemudian berjalan kembali pada keadaan semula, dan
pengulanganpun terjadi lagi.
Totalitarinisme
selalu diikuti dan ditandai dengan adanya kekerasan yang terjadi dimana-mana
dan dialami oleh masyarakat yang dipimpin oleh rezim tertentu. Contoh sederhana
dapat dilihat dalam masa kepemimpinan Stalin yang menjalankan “penguasaan
penuh” terhadap sektor-sektor Negara namun gagal. Hal ini menjadi sebuah gagasan
bahwa totalitarianisme bukan merupakan konsep yang menunjukkan suatu tipe
masyarakat secara menyeluruh – yakni masyarakat yang ditemukan di USSR dan
Eropa Timur – tetapi sangat tepat dalam usahanya merujuk pada aspek terbatas
pada pengalaman masyarakat, yakni Stalinisme.
Adanya
teror ternyata disahkan keberadaannya di Negara totalitarian yang ingin
mengungkapkan bahwa segala sesuatunya sangat diagungkan dengan gaya
kepemimpinan yang sangat diktator. Terror dianggap dapat menciptakan sebuah
kondisi dan situasi dimana hadirnya atmosfer ketakutan yang dirasakan oleh
masyarakat guna menjadi sebuah tolak ukur kebrhasilan suatu rezim dalam
mengendalikan masyarakat yang dipimpin olehnya.
Terror
harus terus digunakan oleh rezim totaliter bahkan jika masyarakat yang ada
menjadi pasif dan tidak bereaksi apa-apa ketika rezim tersebut mengeluarkan
sebuah kebijakan. Bahkan ada asumsi lain yang mengatakan bahwa terror memiliki
peran dalam memobilisasi suatu masyarakat agar mendukung doktrin yang
dikeluarkan dengan otoritas dari Negara. Totalitarianisme merupakan sebuah
bentuk pemfokusan pengawasan ekstrim yang dilakukan oleh pemerintah guna
mempertahankan tujuan politik dan memerlukan mobilisasi politik.
Terror,
dibawah pengaruh sebuah rezim dalam penggunaannya terhadap kelompok-kelompok
besar dan berskala tidak kecil, bertujuan untuk mengintimidasi, menaklukkan dan
memonopoli, khususnya masyarakat terjajag, merupakan suatu hal yang sangat
umum. Namun jika terror tersebut sudah mengantarkan sebuah masyarakat ke dalam
situasi dan kondisi pembantaian dan brutalitas historis, tidak ada yang bisa
mengalahkan totalitarianisme.
Terror
memiliki peran yang sangat fluktuatif dalam memobilisasi masyarakat didalam
ruang lingkup terror agar mendukung doktrin yang dikelurkan oleh Negara.
Otoritas Negara menjadi sangat efektif berjalan jika disertai dengan adanya
terror yang bisa membangkitkan rasa kepatuhan terhadap pemimpin.
Untuk
itulah peran dan fungsi mengenai pengawasan sangat diperlukan dalam mengimbangi
sikap dan perilaku totalitarianisme. Pengawasan cenderung menjadi
terkonsentrasi pada beberapa hal, yakni mengenai penggandaan bentuk dokumentasi
masyarakat oleh Negara dan segala tetek bengek menganai administrasi Negara.
Dengan penerapan intensifikasi, tugas polisi cenderung berubah menjadi sebuah
terror untuk hal-hal yang sepele.
Adapun
unsur-unsur pemerintahan yang totaliter adalah sebagai berikut.
1.
Pemfokusan pengawasan terhadap :
·
Pengkodean informasi, dokumentasi
aktifitas masyarakat,
·
Pengawasan aktifitas,
intensifikasi tugas polisi.
2.
“totalisme moral”:nasib komunitas
politik ditanamkan dalam historitas manusia
3.
Terror pemaksimalan kekuasaan
polisi, yang terkait dengan penyelesaian dengan cara perang dan pengucilan.
4.
Menonjolnya figur pemimpin:
pemimpin memberikan kekuasaan bukan berdasarkan profesiomalisme peran militer,
tetapi berdasarkan besarnya dukungan massa.
Terror yang dilakukan oleh pihak kepolisian dewasa
ini adalah tidak adanya hubungan dengan menimbulkan ketakutan atas nama terror
itu sendiri, melainkan sebuah ekstrimitas penyimpangan yang diberikan kepada
mereka yang terlibat di dalam penyimpangan tersebut, agar bisa melindungi dan
mengayomi masyarakat diluar lingkup penyimpangan.
Bagan
Totalitarianisme
[1]Disusun oleh mahasiswa HI UMM 07 Ditha
Ayu P.06260005 Nabilla Ulfa 06260010 Dian Kusuma R.06260024 Farahdilla Mochtar 06260069
Tidak ada komentar:
Posting Komentar