Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 19 April 2011

Negara, Bangsa dan Kekerasan


Negara, Bangsa dan Kekerasan[1]
          Ketika berbicara mengenai Negara dan bangsa, maka akan terbayangkan sebuah peradaban yang maju, dimana Negara menjadi identik dengan bangsa yang berdiam didalamnya dan ikut memajukan Negara tersebut. Sebuah Negara menjadi sangat menarik untuk dilihat dan ditelaah ketika Negara tersebut membuat sebuah perubahan yang signifikan. Mulai dari sistem politik yang kacau balau akibat dari kemerdekaan yang sangat panjang didapatkan maupun sistem ekonomi yang berkembang pesat dan mampu mensejahterakan rakyatnya.
          Namun dibalik itu semua, bukan tidak mungkin bahwa situasi dan kondisi yang ada dikarenakan kejelian dari pemimpin Negara tersebut dalam rangka menjadikan Negara maupun bangsanya menjadi nomor satu. Bayangkan saja Hitler yang beranggapan bahwa bangsanyalah yang merupakan bangsa paling pintar, maju dan paling beradab dimuka bumi. Dan ini menjadikan Hitler sebagai pemimpin yang paling totaliter sepanjang sejarah kepemimpinan Negara.
          Berbicara mengenai kepemimpinan yang totaliter, maka akan membingungkan jika tidak menyinggung masalah totalitarianisme. Totalitarianisme memiliki beberapa karakteristik:
  1. Ideologi totalis.
  2. Partai tunggal yang memiliki komitmen pada ideologi totalis dan kepemimpinan bersifat tunggal dan sangat diktator.
  3. Memiliki polisi rahasia yang sangat maju dan memiliki hak untuk memonopoli setiap sektor Negara, seperti komunikasi massa, senjata operasional, organisasi politik dan perekonomian.
Perdebatan mengenai keberadaan sistem totalitarian ini terletak pada sistem politik dan tatanan sosial yang dianut oleh sebuah Negara.
1.     Negara totalitarianisme oleh para pengamat politik liberal dianggap sebagai sebuah Negara yang maju dalam bidang industrinya, namun tidak bisa memajukan bidang kelembagaannya secara struktural dan normatif dalam kacamata demokrasi liberal.
2.    Negara totalitarianisme dimana implikasi yang ada mengacu pada Italia dan Jerman, adalah sebuah sistem yang mengalami fase transisi relatif dalam perkembangan sosial – yang dihentikan oleh perang – lihat kasus Uni Soviet dan Negara Eropa Timur lainnya, konsep ini digunakan untuk merujuk pada tipe tatanan sosial-politik definitif yang berbeda dengan Negara-negara kapitalis.
Jika merujuk pada sejarah Negara-negara Eropa Timur yang memiliki sejarah kepemimpinan yang kelabu karena gaya kepemimpinan yang totaliter dan memakan banyak korban. Sama halnya dengan sistem politik dan tatanan sosial lainnya yang mengalami masa transisi, totalitarianisme juga mengalami dinamika yang signifikan dalam intensitasnya. Stalin, merupakan sebuah kondisi dimana terjadinya intensifikasi teknik pemerintahan yang totaliter, terjadi perubahan dimana-mana, revolusi besar-besaran namun tidak mengubah sifat dasar dari rezim Stalin ini. Ini seperti sebuah siklus, dimana siklus tampak bergerak maju menuju sesuatu yang sangat ekstrim dan diiringi oleh perubahan yang sangat radikal dalam masanya, kemudian berjalan kembali pada keadaan semula, dan pengulanganpun terjadi lagi.
Totalitarinisme selalu diikuti dan ditandai dengan adanya kekerasan yang terjadi dimana-mana dan dialami oleh masyarakat yang dipimpin oleh rezim tertentu. Contoh sederhana dapat dilihat dalam masa kepemimpinan Stalin yang menjalankan “penguasaan penuh” terhadap sektor-sektor Negara namun gagal. Hal ini menjadi sebuah gagasan bahwa totalitarianisme bukan merupakan konsep yang menunjukkan suatu tipe masyarakat secara menyeluruh – yakni masyarakat yang ditemukan di USSR dan Eropa Timur – tetapi sangat tepat dalam usahanya merujuk pada aspek terbatas pada pengalaman masyarakat, yakni Stalinisme.
Adanya teror ternyata disahkan keberadaannya di Negara totalitarian yang ingin mengungkapkan bahwa segala sesuatunya sangat diagungkan dengan gaya kepemimpinan yang sangat diktator. Terror dianggap dapat menciptakan sebuah kondisi dan situasi dimana hadirnya atmosfer ketakutan yang dirasakan oleh masyarakat guna menjadi sebuah tolak ukur kebrhasilan suatu rezim dalam mengendalikan masyarakat yang dipimpin olehnya.
Terror harus terus digunakan oleh rezim totaliter bahkan jika masyarakat yang ada menjadi pasif dan tidak bereaksi apa-apa ketika rezim tersebut mengeluarkan sebuah kebijakan. Bahkan ada asumsi lain yang mengatakan bahwa terror memiliki peran dalam memobilisasi suatu masyarakat agar mendukung doktrin yang dikeluarkan dengan otoritas dari Negara. Totalitarianisme merupakan sebuah bentuk pemfokusan pengawasan ekstrim yang dilakukan oleh pemerintah guna mempertahankan tujuan politik dan memerlukan mobilisasi politik.
Terror, dibawah pengaruh sebuah rezim dalam penggunaannya terhadap kelompok-kelompok besar dan berskala tidak kecil, bertujuan untuk mengintimidasi, menaklukkan dan memonopoli, khususnya masyarakat terjajag, merupakan suatu hal yang sangat umum. Namun jika terror tersebut sudah mengantarkan sebuah masyarakat ke dalam situasi dan kondisi pembantaian dan brutalitas historis, tidak ada yang bisa mengalahkan totalitarianisme.
Terror memiliki peran yang sangat fluktuatif dalam memobilisasi masyarakat didalam ruang lingkup terror agar mendukung doktrin yang dikelurkan oleh Negara. Otoritas Negara menjadi sangat efektif berjalan jika disertai dengan adanya terror yang bisa membangkitkan rasa kepatuhan terhadap pemimpin.
Untuk itulah peran dan fungsi mengenai pengawasan sangat diperlukan dalam mengimbangi sikap dan perilaku totalitarianisme. Pengawasan cenderung menjadi terkonsentrasi pada beberapa hal, yakni mengenai penggandaan bentuk dokumentasi masyarakat oleh Negara dan segala tetek bengek menganai administrasi Negara. Dengan penerapan intensifikasi, tugas polisi cenderung berubah menjadi sebuah terror untuk hal-hal yang sepele.
Adapun unsur-unsur pemerintahan yang totaliter adalah sebagai berikut.
1.     Pemfokusan pengawasan terhadap :
·         Pengkodean informasi, dokumentasi aktifitas masyarakat,
·         Pengawasan aktifitas, intensifikasi tugas polisi.
2.    “totalisme moral”:nasib komunitas politik ditanamkan dalam historitas manusia
3.    Terror pemaksimalan kekuasaan polisi, yang terkait dengan penyelesaian dengan cara perang dan pengucilan.
4.    Menonjolnya figur pemimpin: pemimpin memberikan kekuasaan bukan berdasarkan profesiomalisme peran militer, tetapi berdasarkan besarnya dukungan massa.
Terror yang dilakukan oleh pihak kepolisian dewasa ini adalah tidak adanya hubungan dengan menimbulkan ketakutan atas nama terror itu sendiri, melainkan sebuah ekstrimitas penyimpangan yang diberikan kepada mereka yang terlibat di dalam penyimpangan tersebut, agar bisa melindungi dan mengayomi masyarakat diluar lingkup penyimpangan.





Bagan Totalitarianisme












Oval: Sistem perpolitikan yang belum siap untuk dipraktikkan di Negara-bangsa






Oval: Terror
Structural Violence
Collective Violence





Oval: Totalitarianisme







[1]Disusun oleh mahasiswa HI UMM 07 Ditha Ayu P.06260005 Nabilla Ulfa 06260010 Dian Kusuma R.06260024 Farahdilla Mochtar      06260069

Tidak ada komentar: