REVOLUSI DAN KEKERASAN[1]
Revolusi merupakan kata penting bila di
ukur dengan perubahan yang melewati bebarapa fenomena politik. Revolusi
merupakan gerakan yang membawa perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Dalam
revolusi tidak hanya perubahan sosial, ekonomi dan politik tetapi adanya
perubahan nilai dalam tatanan sosial. Namun dalam proses revolusi ini aturan lama atau hukum lama beradaptasi
dengan keadaan atau hukum baru.
Telah banyak studi-studi yang
mempelajari tentang revolusi bahkan teori-teori tentang revolusi tetapi apakah
teori yang ada benar-benar telah mencakup keseluruhan dari revolusi atau hanya
sekeadar pengertian dasar, atau telah bisa menjelaskan secara terperinci
tentang revolusi. Jika studi-studi yang sudah ada ini sebagai pilar-pilar yang
di bangun untuk mengembangkan teori revolusi yang lebih mendalam. Tetapi
semuanya masih belum jelas sejauh mana teori-teori yang telah ada telah memberi
pemahaman pada kita demikian pula masih belum jelas hal apa yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki teori-teori yang ada.
Revolusi banyak menganggap bahwa,
revolusi itu identik dengan kekerasan
yang dimana kekerasan dalam revolusi merupakan aksi kolektif yang dilakukan
demi terjadinya perubahan dan berhasilnya gerakan revoluisoner. Namun dalam
aksi kolektif tidak semua aksi kolektif merupakan tindak kekerasan akan tetapi
dalam revolusi ini aksi kekerasan ekses dari permasalahan yang lain dan aksi
kolektif yang tidak beralasan, sehingga revolusi diwarnai kekerasan, namun
kekerasan bukanlah alat demi tercapainya tujuan revolusi. dan revolusi sendiri
tidak selalu diwarnai kekerasan, ada revolusi bunga yang terjadi di Rusia yang
tidak melalui kekerasan.
Teori-teori yang yang diungkapkan Marx,
Johnson, Gurr, dan Olson ini menitik beratkan pada dua aspek yang saling
terkait proses revolusi yang menjadi perhatian penting mereka yang menganalisis
fenomena ini :
1.
Sifat partisipasi
dalam gerakan revolusioner
2.
Kondisi sosial
yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya revolusi dalam suatu masyarakat.
Untuk dapat
memehami masalah perumusan teori revolusi dan beberapa kemungkinan cara
penyelesaiannya, diperlukan suatu pengujian yang mendalam, ini berarti bahwa
analisis harus mencurahkan fokus
utamanya pada beberapa teori saja. Untuk
memilih teori-teori yang tepat harus mempertimbangkan:
1.
Bahwa
teori-teori tersebut tidak boleh merupakan strawmen (hanya sekedar
pemikat),melainkan harus merupakan contoh terbaik dari jenis teori ini
2.
Bahwa teori
yang dipilih mewakili perspektif berbeda tentang studi revolusi. Ini
memungkinkan kita untuk membedakan masalah-masalah umum dalam studi revolusi
dengan masalah yang hanya timbul dalam perspektif khusus.
Pembatasan
ini berfungsi meminimalkan jenis teori yang memberi perhatian berlebihan pada
aspek tertentu dalam proses revolusioner yang mungkin timbul jika topiknya
dipandang dari perspektif tunggal.
Teori olson : Teori ini lebih
mengandalkan asumsi pilihan yang rasioanal yang mudah diterima. Dan teori ini
sendiri berkaitan dengan teori ekonomi barang publik, namun teori ini patut
dipertanyakan akan asumsi bahwa aksi politik massa didasarkan pada perhitungan rasional
khususnya dalam gerakan revoluioner.
Teori johnson : Teori ini mengasumsikan
bahwa perubahan politik ini bisa di pandang dengan mempertimabangkan kondisi
sosial yang ada terkait dengan perubahan tersebut, tanpa ada referensi yang
eksplisit akan prilaku individu yang dianggap bertanggungjawab akan terjadinya
kondisi ini. Lebih jauh lagi johnson mengasumsikan bahwa sistem pilitik besifat
homostatis yakni, sistem yang memiliki beberapa mekanisme umpan balik (feedback) yang memungkinkan mereaksi
perubahan agar bisa mempertahankan dasar-dasar sistem yang sudah ada.
Teori marx : Marx berasumsi bahwa perubahan
sosial yang terjadi sebagai akibat interaksi dialektis antara cara memproduksi
barang dan jasa dalam suatu masyarakat dan pembatasan sosial dan politik yang
diletakkan pada proses ini. Pada level individu ian menggunakan asumsi yang
sama, orang merubah prilaku dan sikapnya akibat interaksi antara aktivitas
mereka dengan kesadaran akan aktivitas ini, dimana aktivitas diukur dalam segi
kerja atau aktivitas produktif.
Sejauh ini dalam menganalisis empat
teori ini adalah tidak ada definisi tunggal tentang revolusi yang diatur oleh
semua analisis. Sehingga sedikit sulit untuk menemukan teori yang sama dan
amampu menjelaskan tentang revolusi, bahkan revolusi yang terjadi di suatu
wilayah aatu negara tertentu tidak dapat dan belum tentu sama dengan
teori-teori yang sudah ada ini menandakan bahwa teori yang ada belum mampu
menjelaskan fenomena yang ada dan tidak bersifat generalis dan replikasi.
Permasalahan utama dari teori-teori
yang membahas tentang revolusi terbentur oleh data-data yang mungkin kurang
akurat, sehingga menjadiakan teori ini mudah terbantahkan. Revolusi apapun
definisinya, secara khusus bukan merupakan peristiwa umum yang selalu terjadi.
Dalam melakukan sebuah penelitian diperlikan teori yang tepat , tatepi jika
kita melihat definisi dari revolusi itu sendiri maka kita membutuhkan
pernyataan-pernyataan yang mendukung teori tersebut. Namun karena kurangnya data tentang revolusi
sendiri sebenarnya tidak menjadikan suatu permasalahan yang serius bagi teori
yang sudah cukup luas dan meliputi fenomena lain, seperti kekerasan sipil.
Namun, teori yang bertujuan menganalisa
revolusi, kan menghadapi uji yang parah karena kurangnya data yang masuk akal.
Singkatnya, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi teori revolusi yang di
ungkapkan oleh Barbara Salert adalah sebagai berikut:
1.
Teori harus
mendapatkan faktor mana yang relevan dengan revolusi.
2.
Harus
menberikan penjelasan tentang mengapa atau bagaimana faktor ini menjadi relevan.
3.
Teori harus
bisa diuji dengan bukti-bukti yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar