Balance of Power ( BoP) Concept
By Fadhor Rohman*
Balance of Power merupakan suatu konsep paling tua dan yang paling kontroversial dalam HI, BoP sudah di kenal setidaknya di jaman India dan Yunani kuno, walaupun secara formal tidak pernah di artikulasikan, secara formalnya menjadi teori politik internasional setelah diusung oleh Newtonian konsep tentang keseimbangan dalam alam semesta (Conception of Universe in Equilibrium) sehingga berkembang menjadi konsep BoP dalam HI.[1]
Definition of Power
Sebelum lebih jauh membahas masalah BoP alangkah baiknya kita mendeskripsikan definisi dari Power itu sendiri. Power itu seperti love lebih mudah di jalankan dari pada di definisikan ataupun di ukur, Pada abad ke 4 S.M, Kautilya tokoh negarawan India Kuno meanfsirkan Power sebagai “kepemilikan Kekuatan”( suatu atribut) yang berasal dari tiga unsur ; pengetahuan, kekuatan militer dan keberanian[2]. 23 abad kemudian Margenthau memilih mendefinisikan power sebagai suatu hubungan antara 2 aktor politik dimana actor A memiliki kemampuan untuk mengendalikan tindakan actor B. yang kemudian di kritisi Ray, Ray mendefinisikan Power sebagai kemampuan relative untuk menghancurkan barang dan membunuh orang[3], ia menyatakan walaupun power menghasilkan pengaruh, akan tetapi tidak selalu demikian, seperti kasus AS dengan Vietnam di tahun 70an. Power juga dianggap sebagai kemampuan untuk medapatkan suatu goal ,Walaupun disini kita melihat banyak perbedaan definisi tentang power, akan tetapi kita sudah bisa meraba apa itu power dan sudah bisa meneruskan pembahasan selanjutnya.
BoP Definitial Confusion
Permasalahan dengan BoP menurut Inis L. Claude Jr “ is not that it has meaning, but it has too many meaning’ Eerrnst mengungkapkan beberapa perbedaan tentang arti BoP. Seperti distribution of power, equilibrium, stability and peace in a concert power, power politics in general, a universal law of history, a system ,and guide to policymakers.[4] Mohtar Mas’oed dalam buku Ilmu Hubungan Internasional-nya mengartikan BoP sebagai distribusi power,kebijakan nasional, ekuilibrium dan preskripsi :
Blance of Power sebagai distribusi, bebearpa penulis mengunakan konsep itu untuk menunjuk pada disribusi kekuatan, suatu distrbusi sumber daya yang relative seimbang diantara partisipan. Mereka berpendapat bahwa dalam kondisi seperti ini tidak ada satu negarapun yang mengganggu otonomi negara lain ( hegemoni) dan system ini ditandai oleh suatu pola yang kompetitif.
Balance of Power sebagai Kebijaksanaan nasional, metafora BoP juga telah di pakai untuk menggambarkan suatu jenis kebijaksanaan tertentu, biasanya kebijaksanaan membentuk aliansi defensivedemi mencegah agar suatu koalisi tidak memperoleh suatu dominan, dalam hal ini paling tidak harus ada satu negara (satu actor) utama harus berperan sebgai balancer. Aktor balancer ini harus secara sadar bertindak untuk mencegah agar tidak ada satu negara pun bisa memperbesar diri terlalu jauh. Yaitu apabila ada negara yang melakukan itu , maka si balancer harus berkoalisi dengan defensive untuk menjamin bahwa si agressor akan bisa dikalahkan. Ingris pada abad ke 18 dan 19 sering memainkan peran sebagai balancer. Negeri itu melakukan intervensi untuk menghentikan ekspansi perancis di bawah Louis XIV dan dibawah Napoleon, menentang usaha Spanyol unutk memperoleh kembali koloni-koloni-nya di Amerika Latin, dan ikut serta dalam perang krim untuk menahan ekspansi Rusia. Pada akhir abad ke -19 Edmud Burke menulis bahwa berbagap negara mempunyai peran khusus untuk mempertahankan suatu distribusi kekuatan yang seimabang :
” Perancis….adalah penjaga kebebasan dan perimbangan Jerman. Inggris ….inggris mempunyai kepentingan serius uutk menjaga ( perimbangan di antara Perancis dan Jerman) …Inris selalu berkepenting an agar kekusatan Perancis tetap dalam batas-batas yang moderat”.
Akan tetapi penjelasan yang begitu rasional dan deterministic tentang foreign Policy Ingris tidak begitu memuaskan, benarkah perilaku Ingris pada saat itu memang untuk memertahankan Bop Eropa? Kenyataannya, kebijakan Ingris pada waktu itu merupakan hasil dari persepsi para negarawan Ingeris dan penilaian subjektif mereka tentang kepentingan Ingris. Bukan hasil dari kumpulan kepenti ngan yang objektif dan tak berubah. Perilaku ingris pada kurun waktu itu tidak konsisten dan sejelas seperti yang dijelaskan oleh eksplanasi Blancer itu. Juga mengapa negarawan mwmilih menjalankan peranan balancer itu tidak pernah dijelaskan dalam diskusi tentang BoP itu. Padahal salah satu persyaratan penting bagi teori yang baik adalah mampu mejelaskan mengapa, kalau mau menilai secara valid kebijakan ingris pada kurun waktu itu, kita harus meneliti variable-cariabel lain disambing distribusi sumer-sumber kekuatan di Eropa.
Balance of Power sebagai ekulibriumInterpretasi ketiga tentang konsep ini lebih abstrak dari pada yang permatama dan kedua. Ekuilibrium ini dipandang sebagai suatu hubungan di antara varihble-variabel utama system itu (seperti distribusi suberdaya atau sikap dan kebijaksanaan negara-negara). Yang begitu erat sehingga perubahan disatu variabel pasti akan menimbulkan variable lain. Equilibrium terpepelihara hanya kalau variable-variabel itu tidak berubah terlalu cepat atau terlalu banyak. Pendekatan ini berasumsi bahwa selama masih ada distribusi sumber daya yang cukup seimbang diantara 5 atau lebih actor kebijaksanaan meraka akan lebih moderat, dan upaya oleh satu actor untuk mmeperoleh posisi hegemoni akan bisa digagalkan oleh kekutatan pengimbngnya. Ahli sejarah Arnold Toynbee berpendapat bahwa BoP bekerja :“ unuk menjaga agar kaliber rata-rata negara tetap redah dalam seiap kriteria pengukur kekuatan politik….suatu negara yang mencoba menigkatkan kalibernya di atas caliber rata-rata yang berlaku, secara hampir otomatis, akan menjadi sasaran tekanan dari semua negara-negara anggota konstelasi politik yang sama”.
Model ekuilibrium ini mempunyai banyak kelemahan, pertama, model ini berasumsi bahwa karakteristik sistematis menentukan strategi actor-actor nasional dan bahwa operasinya mekanisme BoP betul-betul otomatis. Pada kenyataannya, dalam sejrah pola-pola penyesuaian kekuatan itu tidak berjalan otomatis dan tergantung pada kemampuan negarawan unuk melihat dan menafsirkan perubahan secara cepat.Kedua, dalam itu, power didefinisikan sebagai “ sumber daya yang menimbulkan kemampuan empengaruhi.” Kemudian dikatan bahwa suatu perubahan dalam sumber daya akan bisa mempengaruhi perimbangan kekuatan kalau perubahan itu mempengarhi power. Dalam kasuk-kasus spesifik sangat sulit untuk mengetahui apakah perubahan-perubahan dalam sumber daya betul-betul menigkatkan atau mengurangi pengaruh satu actor.
Balance of Power sebagai preskripsi. Dalam BoP terdapat kesan preskriptif : suatu asumsi bahwa balance seharusnya di pertahankan, biasanya demi perdamain atau suatu stabilitas, rekomendasi seperti itu biasanya diaajukan oleh mereka yang menyukai statusquo. Sebaliknya negara-negara revolusioner cenderung menolak balance. Dalam penggunaanya sebagai preskripsi, metafora BoP tidak memberikan deskripsi tentang realitas atau teori tentang perilaku negara-negara, pada kenyataannya BoP hanyalah semboyan-semboyan kaum konservatif.[5] Semisal perang Arab-Israel, Israel yang mendapatkan disribusi wilayahj baru cenderung memperthankan wilyah tersebut seperti meminta bantuan AS unutk tetap mempertahankan apa yang telah di peroleh tadi
Diantara arti dari konsep BoP, disimpiulkan bahwa kkonsep BoP membingungkan, bahkan kita tidak begitu pasti bahwa apakah BoP konsep, model,metafora ataupun teori. Akibatnya konsep itu tidak punya definisi yang disepakati oleh para ilmuwan dan negarawan, dan sama sekali tidak berguna sebgai penutun dalam membuat suatu kebijakan.
Purpose of BoP
Pada hakikatnya BoP itu bukanlah sesuatu yang given akan tetapi sesuatu yang di bentuk, Menurut Bolingbroke, Gentz, Metternich dan Castlereagh BoP bertujuan ; pencegahan dari timbulnya negara/ kekuatan hegemoni,membuat suatu system, menyakinkan stability dan mutual security dalam system intertnasional. Metode dan teknik tradisional dalam memelihara ataupun mengembalikan balancediantara lain; kebijakan membagi (the policy of divide) dengan mengurangi kekuatan yang lebih kuat dengan beraliansi, bahkan kalau perlu dengan kekuatan yang lebih lemah untuk mengimbanginya, membuat buffer state, intervensi, diplomatic bargaining, pengurangan senjata ( armament ), arm race, dengan perang bila perlu demi menjaga atau mengembalikan balance[6]
Critiques of BoP
Mohtar Mas’oed dalam buku ilmu HI mengatakan salah satu alasan mengapa para pemimpin menyukai BoP, karena adanya suatu keyakinan bahwasanya setiap negara mempunyai kecendrungan untuk memperbesar kekuatannya ( baca perspektif realis ), pemimpin yang mempunyai pandangan demikian akan menjadi trigger sesuatu yang seharusnya tidak terjadi mejadi benar-benar terjadi. Artinya keadaan tersebut memicu negara yang sebelumnya diduga agresif menjadi agresif sungguhan.
Woodrow Wilson presiden AS selama PD I menganggap BoP sebagai prinsip setan ( evil principle ) karena menyemangati statesmenuntuk mengancam negara, dia percaya bahwasanya BoP menyebabkan perang, defender BoP mungkin bisa berargumen bahwa BoP akan membuat damai akan tetapi bagaimanapun peace dan stability bukan suatu hal yang sama.[7] Walaupun BoP mendapatkan tempat di realis akan tetapi pemuka realis, Marghenthau mengangap ada beberpa kelemahan : (1) Uncertain, karena sepenuhnya tidak bisa di percaya dalam mengukur (measuring), evaluasi (evaluating), dan komparasi power yang ada.(2) Unreal , karena pemimpin negara mencoba untuk memberi kompensasi dari ketidakjelasan dengan tujuan superioritas.(3) indequate (tidak cukup)dalam menjelaskan pengekangan nasional selama tahun 1648-1914 karena itu tidak memberi kredit yang cukup untuk mengendalikan kesatuan intelektual dasar dan moral consensus yang berlaku di Eropa.[8] Didalam teorinya, BoP membantu menciptakan suatu lkadang-kadang hanya menimbulkan perang.
So, What’sCondition Make Peace ?
Seperti apa yang di katakan Wilson bahawasanya BoP bisa menyebabkan perang, terus kondisi seperti apa yang bisa menciptakan suatu kedamaian abadi? Apakah dunia bisa damai?dan bagaimana menciptakan kedamaian itu? Hal inilah yang seharusnya menjadi renungan bagi segenap akademisi dan praktisi Hubungan Internasional, karena memang study HI itu sendiri pertama kalinya di bentuk untuk mencari jalan keluar dari perang. sejarah mencatat bahwasanya di berbagai dunia perang terus terjadi bahkan menelan berujta-juta korban, misalnya dari tahun 1914-1919 di negara Austria-Hungaria 1,250,000, Perancis 1,500,000, Russia 1,750,00 Dll. bahkan sampai sekarang dunia tidak pernah berhenti berperang.
Kalau menurut realis, stabilitas terjadi ketika ada keseimbangan kekuatan,balance disini masih meimbulkan perdebatan lagi; apakah bipolar ataukah multipolar system, satupihakberpendapatbipolarsystemsangatrentangterhadapperang, neutrality is imposibble, karena mereka akan selalu berupaya unutuk saling menjatuhkan satu samalainya, mereka akan berjuang dalam mendapatkan hegemonic power, dengan kata lain kubu ini lebih mendukung multipolar system, di pihak lain berpendapat malah multipolar system yang rentanterhadapperang, disiniperangkecilpunmempuyaipotensibesarmenjalarke yang lainnya, banyaknya polar yang ada menyebabkan semakin besarpotensi musuh untuk mengkonfrontasi suatu negara, dan situasi ancaman yang timbul cukup sulit terdeteksi karena banyaknya polar tadi, tidak seperti bipolar yang focus satu kepada kekuatan musuh[9].Saat perang dingin terjadi orang Eropa beranggapan masa itulah adalah masa paling damai di Eropa, terbukti disaat perang dinginlah Eropa mampu membentuk regional UniEropa yang tidak tertandingi di masa sekarang.
Disisi lain berpendapat stabilitas akan terjadi apabila ada satu kekuatan yang ada (Unipolar system), sehingga yang lain tidak berani untuk menyerang dan cendrung patuh, dalam hegemony stability theory, imbalanced power produces peace. Ketika ada satu dominan power yang kuat maka sabilitas akan tercipta[10]. Akan tetapi permasalahannya ketika hegemonic power ini mulai tergelincir atupun ketika ada the new challenger rises, perang akan senantiasa terjadi. Bahkan sangat berpotensi sekali terjadi great power yang hebat, yang bisa membunuh banyak manusia demi terciptanya suatu tatanan dunia baru, dan itu akan berlangsung terusmenerus. Saatini system internasional adalah unipolar system, dimana AS pemegang kekuatan tunggal, Glenn dan Kay M dalambuku “international politics in a Changing World “ mengatakan“While U.S dominance is not challenged, other states will continue to compete for position and rank...take place in the economic realm….but will have the potential to spill over into military and territorial competition”.Dari pernyataan diatas penulis langsung teringat terhadap kekuatan ekonomi China yang sedang menggurita, ekonomi yang sangat di takutioleh AS, dengan ekonomi yang kuat sangat mudah bagi china untuk men-convert dari ekonomi-kekuatan militer. Selanjutnya akankah negara China yang akan menggantikan hegemoni AS yang ada? Akankah terjadi great war seperti PD1 dan PDII karena terjadinya transition of power? NADA.
[1] Di kutipdaribuku ”contending theories of international relations”, James E. Dougherty , tahun 2001
[2]KautilyaArthasastra : Part II, dimkutipdalamMostarMasoed, Ilmu HI
[3]Relative, maksudnya power suatunegaratergantungpadanegaralain yang menjadiperbandingan.
[5] Di kutipdariMostarMasoed“ IlmuHubungan Internasional”1990.
[7]Understanding International Conflict, Joseph S.nye, Jr, 2002.hal 57-58
[9]Di kutipdanditerjemahkandari “International Politic in a Changing World”, Glenn P. hasted and Kay M. Knickrehm.Hal 173
Tidak ada komentar:
Posting Komentar