Perdamaian
Dalam Pandangan Liberalisme
Oleh:
Aqis Djazuli
Pada dasarnya,setiap individu (state) selalu
mendambakan perdamaian namun intraksi sosial kadang menimbulkan konflik dan
kekerasan.Perdamaian
dan kekerasan dua kata yang selalu bergandengan namun pedamaian sering memiliki konotasi yang positif karena
membawa nilai-nilai kemanusian,ketentraman dan peradaban yang melahirkan kerukunan. secara epistemologi perdamaian berarti
·
perdamaian
adalah tidak adanya/berkurangnya segala jenis kekerasan.
·
perdamaian
adalah transformasi konflik kreatif nonkekerasan.
Difinisi kedua berorientasi-konflik;perdamaian adalah
konteks bagi konflik-konflik untuk selalu di singkap secara kreatif dan tampa
kekerasan.[1]
Di era Globalisasi sekarang ini batas negara semakin
tidak signifikan lagi pengaruhnya dalam masyarakat global melainkan peranan non
state seperti individu,kelompok,organisasi internasional dan gerakan sosial
sebagai aktor dalam hubungan internasional.Revolusionisme pada awalnya adalah upaya para
universalis kosmopolitanis (aktivis HAM,lingkungan hidup, dan semacamnya)
dengan tujuan menciptakan perdamaian abadi
(perpetual peace)
dengan cara memberlakukan moralitas yang berpotensi
untuk meniadakan konflik kekerasan bahkan dengan cara
apapun perang dan kekerasan harus dihindari.Gagasan seperti ini yang menempatkan Immanuel Kant sebagai salah satu
pelopor aliran pemikiran idealisme atau utopianisme. Pemikiran Kant ini menginspirasi
peminpin dunia pada awal abad ke-20 untuk mendirikan Liga Bangsa Bangsa (League Of Nation) demi terwujudnya
perdamaian abadi.[2]Walaupun
kaum liberal dianggap gagal dalam menghentikan perang dan menciptan perdamaian
dengan peristiwa perang dunia kedua dan perang dingin namun kaum liberal tidak
berhenti untuk memperjuangkan nilia-nilai kemanusiaan bagi umat manusia
dibelahan bumi ini.
Tak
lepas dari berahirnya perang dingin dan bubarnya rezim komunis uni Soviet
membawa harapan baru bagi pemikiran liberalisme yang sebelunya di anggap tidak
relevan untuk menjelaskan pertarungan kekuatan antara blok kapitalisme pinpinan
AS dan blok komunisme pinpinan Uni Soviet.Hal ini yang memunculkan optimisme akan terciptanya
dunia internasional yang damai dengan menciptan lembaga internasional atau
sub-internasional seperti terbentuknya PBB sebagai oraganisasi universal,Uni
Eropa,NGO dan ASEAN sebagai oranisasi regional turut mempegaruhi
perilaku
negara.[3]Jelas
sekali ketelibatan masyrakat luas dalam multijalur intraksi antar bangsa tidak
lagi di domonasi negara melainkan setiap individu harus peduli dan tanggung jawab
terhadap masalah-masalah global yang terkait dengan kebijakan luar negeri dan
menciptakan perdamaian bersama.
Organisasi non-pemerintah internasional selain menyerbarkan misi
perdamaian, organisasi tersebut juga berpretensi untuk melakukan
tiga macam meknisme resolusi konflik yang meliputi peacekeeping (penjagaan perdamaian),peacemaking (perwujudan perdamaian),dan peacebuilding
(pembangunan pedamaian).[4]
Peace keeping berarti suatu proses
dimana untuk menciptakan perdamaian dengan cara menghentikan dan mengurangi
perilaku kekerasan melalui intervensi militer yang menjalankan peran sebagai
penjaga perdamaian yang netral.Namun proses peacekeeping
untuk kasus di aceh kurang relevan karena penghentian kekerasan oleh
pemerintah Indonesia dan GAM sejak terjadinya tsunami 26 Desember 2004
berlangsng unik tampa intervensi militer dari manapun walaupun bertolak dari
kepentingan politik yang berbeda antara pemerintah indonesia dan GAM . intervensi
militer yang seharusnya mampu menciptakan pedamaian antar pihak yang memiliki kepentingan berbeda belum
mampu memberikan jalan alternatif untuk tercipta keamanan dan kerukunan malah
menimbulkan banyak korban yang berjatuhan.Proses semacam ini hanya mampu di
implementasi dalam kondisi yang stabil dan minimnya konflk yang terjadi di
masyarakat tersebut.
Adapun peacemaking
berarti suatu proses yang
tujuanya mempertemukan atau merekosiliasi sikap politik dan strategis dari
pihak-pihak yang bertikai melaluai mediasi,negosiasi,arbitrasi terutama pada
level elit atau pinpinan.[5]Tak
bisa dipungkiri organisasi non pemerintah nampak sekali peranan dalam
menciptakan perdamaian antara pihak yang berkonfik ambil contoh kasus yang sama
dua kepentingan yang berbeda pemerintah indonesia dan GAM yang dimediasi oleh
CMI (Crisis Management Initiative)
memberikan dampak yang positif dalam Kesepakatan yang dicapai dalam putaran kelima perundingan antara
delegasi Republik Indonesia dengan GAM di Helsinki (Finlandia)
menjadi secercah sinar di ujung terowongan bagi
masyarakat Aceh dan pemerintah indonesia.hal ini
diawali dengan kontak informal sebelum terjadinya tsunami pada akhirnya
membuahkan Memorandum of Understanding
(MOU) Helsinki yang ditangdatngani pada tanggal 15 Agustus 2005.
Dan terakhir Peacebuilding merupakan
proses implementasi perubahan atau rekontruksi sosial,politik dan ekonomi demi
terciptanya perdamaian yang abadi.Keberhasilan NGO internasional salah satu
fakta nyata yang memberikan kontribusi terhadap keamanan dan perdamaian global.Namun
wujud nyata dari terciptanya perdamaian bukan berarti akhir dari perjuangan
untuk mewujukan dunia yang cinta damai tapi merupakan tangtangan besar untuk
menciptak kesejahtraan dan keadilan sosial ekonomi dalam bingkai demokrasi dan
hak azasi manusia merupakan satu hal membuhkan energi untuk merajut masa depan
negara bangsa.Peranan dan
inisiatif yang difasilitasi oleh Crisis
Management Initiative (CMI) dalam menangani kasus sepratis
Aceh dan pemerintah indonesia oleh
lembaga
ini yang dipimpin oleh mantan
presiden Finlandia, Martti Ahtisaari ini telah menunjukkan kemajuan yang sangat
berarti.Peristiwa
semacam ini salah satu contoh yang kuat sebagai bukti bahwa karakter atau sifat
manusia selalu didominasi terhadap perilaku yang cendrung terhadap
nilai-nilai,norma dan kebebasan yang diatur oleh institusi-institusi sebagai
alat terwujudnya dunia yang tentran dan demokratis.Pernyataan dan kenyataan
semacam ini yang sebagai penyangkalan terhadap doktrin dan klaim dari pemikir
kaum realist dan neo-realist bahwa aktor non negara hanya menjalankan sebagai faktor skunder belaka.
Liberalisme
menganut kepecayaan terhadap kapasitas umat manusia untuk memecahkan masalah
yang terlihat sulit melalui tidakan kolektif.[6]Ide
semacam ini yang melahirhan institusi-instusi internasinal sebagai acuan awal
untuk berjuang terus melahirkan perdamain-perdamain dunia dengan konsep metede
penyelesaikan konflik-konflik sosial.
"Aku bukan hanya
seorang pasifis,tetapi seorang pasifis militan.Aku ingin berjuang untuk
perdamaian .Tidak akan ada yang mengakhiri perang jika rakyak sendiri tidak
menolak pergi berperang."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar