Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 09 April 2011

Rekonstruksi Warisan Sains Islam

Rekonstruksi Warisan Sains Islam[1]
Oleh: Fadhor Rohman
Islam pernah berjaya ratusan tahun dimasa lalu pastinya mempunyai suatu warisan-warisan yang  bisa kita nikamti sebagai generasi penerus Islam itu sendiri, seperti dibidang arkeologi, bangunan bersejarah begitu juga dengan sains, dalam perkembangannya asusmsi dari sains itu sendiri mengalami fragmentaasi istilah seperti pengeahuan (knowledge) atau dalam bahasa arabnya sebuah mahrifah, ilmu (scientist/ al ilmu) dan filsafat (phhilosophi, falsafah). Pengetahuan itu lebih menitikberatkan kepada segala seuatu yang ada dialam pikiran kita akan tetapi tidak terorganisir, artinya suatu itu tidak bisa diurutkan mekanismenya seperti apa, ibarat seorang wanita yang pandai memasak, namun ketika ditanya seperti apa resepnya, bagaimana takaran bumbunya si wanita ini tidak bisa menjelaskan, karena pengetahuan ini bersifat abstrak yang tidak bisa dijelaskan dengan organisir dan sistematis, sedangkan sains merupakan tingkatan yang lebih daripada pengetahuan.
Sains satu tingkat lebih tinggi diatas pengetahuan, dalam arti ketika penegtahuan itu tidak terorganisir sedangkan sains merupakan pengetahuan apa saja yang terorgnisir, seperti contoh wanita yang masak tadi, dalam contoh sains maka ketika ditanya maskaan ini apa resepnya bagaimana takarannya, maka dengan gamblang siwanita tadi akan menjawan dengan sistematis, seangka filsafat menurut Betrand Russel, filsafatr tidak lain adalah sesuatu yang ada diantara teologis dan sains, sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalahpengethaun definitive tentangnya tidak isa dipastikan: tetapi sebagaimana sains, filsafat lebih menari tradisi pemikiran manusia ketimbang otoritas tradisi maupun wahyu[2]
Perdebatan Sains dan Filsafat
Timbul suatu perdebatan antara sains dan Filsafat itu sendiri, para pemikir berpendapat bahwasanya mulanya antara sains dan filsafat itu merupakan satu tubuh yang kemudian terpisah, filsafat yang ditenggarai lebih banyak kepada refleksi dan miskin ekperiment dan bergelut ditataran ide-rasionalitas sedangkan sains lebih kepada tataran ekperimen sehingga mendapatkan suatu ilmu pengetahuan, kalau saya mengistilahkan filsafat itu merupakan pembuka suatu ilmu, sedangkan sains yang meneruskan melalaui ekperimrntalnaya masing-masing, misalnya sains dibidang kedokteran, fisika dll, artinya sains itu lebih bersifat teknis yang kesmuanya berlandaskan kepada filsafah itu tadi. Seangkan pemikir Murthada Muttahari berbeda pendapat dengan yang diuraikan sebelumnya, Muttahari beranggapan bahwa ssains dan filsafat tidak pernah terpisah dari filsafatkarena sebelumnya tidak pernah ketemu. Ia meneggarai bahwa ini terjadi karena akibat adanya perubahan linguistic yang menyangkut konveksi penggunaan kata yang disalah artikan sebagia perubahan makna ynag berkaitan denangan keadaan yang sebenarnya[3]. Dengan begitu Muttari telah menafikkan bahwasanya sains itu terinspirasi dari filsafat.
Dialam focus kajian sains dewasa ini hanya berfokus kepada alam dan fisik saja, sehingga seringkali sains itu bersifat secular-materialistis, berbeda dengan sebelum renaissance dahulu, pada saat itu keterkaitan antara sains dan teologi selalu  beriringan, namun setelah munculnya pemikiran Galileo dengan penemuan sainsnya yang bertentangan dengan teologi kristiani, kebenaran sains berlandaskan teologi itu mulai ditinggalkan, hegemoni gereja atas sains mulai luntur sehingga pada perkembangannya sains berdiri sendiri dan bebas dari nilai apapun
Perkemabangan Sains dalaan Islam
Islam sebagai peradaban yang gemilang ternyata memunculkan suatu manfaat sekaliggus menyesatkan, manfaatnya dikarenakan kita sebagai muslim merasa bangga terhadap Islam karena pernah jaya dan konon di tenggarai sebagai pondasi dari peradaban barat, mustahil barat bisa seperti sekarang tanpa pemikiran Islam sebelumnya, semisal Ibnu Rusyd misalnya yang pemikirannya menjadi inspirsi bagi masyarakat Eropa, Russ yang mengatakan bahswa kita seharusnya tidak hanya terbelenggu terhadap fanatisme belaka akan tetapi harus menggatinya dengan pemikiran yang lebih rasional, menimbulkan reaksi yang tidak mengenakkan oleh pihak gereja karena disinyalir akan merusak keimanan bangsa eropa terhadap Al-kitabnya. Akan tetapi pada perkembangannya sejarah kejayaan belaka itu hanya terbatas romantisme sejarah tanpa adanya pergerakan yang massif dalam meningkatkan derajat peradapan Islam kembali ini yang kemudian diklaim sebgai suatu kesesatan bagi ummat Islam sekarang, kejayaan Islam hanya sebagai sebuah apologi dari steorotip buruk dari musrikin bahwa Islam tersebut hanyalah suatu agama pembodohan belaka, bahkan pemikir-pemikir seperti Karlx Marx telah mengenalisir bahwa pada hakikatnya agama itu hanyalah sebuah candu bagi kemajuan masyasrakat. Sejatinaya setiap peradapan itu salalu mengalami dialektika yang kontinu, konon peradapan Yunani-Romawi, Islam dan Barat mengalami dialektika.
            Islam disinyalir merupakan lanjutan atau memalui proses dialektika dari pemikiran-pemikiran peradapan Yunani yang sebelumnya telah tegak, akan tetapi sains dalam Islam itu sendiri berlandaskan dari teologi keIslamannya, sehingga jadi sebuah pertanyaan kenapa bisa Yunani yang tidak berlandaskan Al-Quran bisa hampir sama outputnya dengan Islam yang berlandaskan ketauhidan (Ketuhanan). Begitu juga dengan Barat, peradapan barat imi banyak mendapatkan inspirsi dari peradapan Islam sebelumya seperti contoh tadi, ketika pemikir Ibnu Rusdi menjadi inspirasi terhadap gerakan-gerakan yang menjadi cikal bakal renaissance kalangan Islam merupakan muncul ketika kejayaan Islam itu sendiri meulai runtuh, seangkan barat menganggapnya sebagai tahap awal dari peradapan Barat itu sendiri. Islam sebagai peradapan yang pernah jaya sudah saatnya mulai bangkit.
            Romantisme kejayaan Islam yang membunuh keilmuan muslimin itu harus dihilangkan, kemunduran Islam itu sendiri sebenarnya lebih dikarenakan orang Islamnya sendiri telah menjauh terhadap Islam, Islam tidak akan pernah bangkit ketika muslimin hanya menjauh dari Islam itu sendiri, berbeda dengan Barat yang akan lebih maju ketika menjauhi agamanaya , akan tetapi hal tersebut tidak akan berlaku dalam islam.

[1] Resum dari artikel pradana Boy ZTF “Rekonstruksi Warisan Sains Islam” oleh Fadhor Rohman
[2] Betrand Russel, History of Western Philosophy and ists Connection with Political and Social Circumstances from The earliest Time to the Presen Days, London.
[3] Murtadha Nuttahari, Pengantar Filsafat Hikmah, Bandung : Mizan

Tidak ada komentar: